Sosok Angker Pasukan Khusus Gedung Putih

Sabtu, 18 Desember 2010
Perlengkapan canggih apa yang dipakainya untuk mengamankan Gedung Putih?



Menjaga dan mengamankan Presiden Amerika Serikat memang bukan tugas yang mudah. Sejumlah teknologi canggih dibutuhkan sekelompok pasukan khusus untuk membuat Sang Presiden merasa tentram.
Pertanyaannya, seperti apa wujud pasukan khusus tersebut? Teknologi apa saja yang wajib dipakainya selama bertugas?

Berpakaian serba hitam, dari ujung kepala hingga ujung kaki menjadi ciri khas fisik pasukan khusus Gedung Putih. Auranya yang "angker" memancarkan tekad baja dan agresi yang terkontrol untuk menciptakan situasi aman.

VIVAnews kutip dari Daily Mail, Jumat 17 Desember 2010, tim ini adalah kumpulan orang-orang terlatih dari Secret Service Emergency Response Team (ERT) yang dipersiapkan khusus untuk menjaga keamanan presiden berikut keluarganya di Gedung Putih.

Tiap anggota ERT dilengkapi dengan perlengkapan berteknologi terbaru dan dimodali senjata-senjata mutakhir dan kemampuan bertahan yang sangat matang. Tak heran, dibentuk sejak 1992, ERT memang digodok agar terampil dalam memberikan respons taktis terhadap berbagai intrusi oleh pihak asing atau musuh yang mengancam ketentraman Presiden AS dan Gedung Putih.

Seorang anggota ERT wajib menggunakan satu setel Kevlar atau bahan anti peluru di badannya. Tak cuma baju, celana bahkan rompi dan sarung tangannya pun tak mempan ditembus peluru. Di dalam rompi, tiap anggota menyimpan sebuah obor serta perangkat tambahan untuk senjatanya.



Gambar ini memperlihatkan salah satu anggota pasukan khusus yang diambil ketika menunggu President Barack Obama berjalan dari Blair House menuju White House setelah pertemuan perekonomian bersama sejumlah CEO perusahaan.

Sarung pistol yang berada di saku kanannya kemungkinan besar adalah Glock 9mm, pistol favorit yang paling sering digunakan oleh para penegak hukum dan pasukan keamanan. Mesiunya menampung 17 kali tembak.

Melengkapi Glock, anggota juga dipersenjatai dengan sub machine gun yang kemungkinan adalah FN P90 buatan Belgia, yang mana menurut ahli di spesialis anti-teror SDMS Security, satu senjata saja bisa memberondong hingga 50 kali tembakan.

Di dalam kantong yang ada di sisi kiri, kemungkinan terdapat beberapa alat pernapasan yang dibuat oleh Avon Protection asal Inggris, perusahaan yang terkenal ahli di bidang pembuatan alat pernapasan. Alat ini diharapkan bisa membantu pernapasan Sang Presiden dalam keadaan darurat atau butuh alat bantu.

Selain alat pernapasan, seorang petugas kemungkinan juga membawa satu set kacamata Night Vision. Mereka juga membawa senter dengan penerangan sangat kuat, yang bisa jadi adalah Wolfeyes 320 lumen obor, kekuatannya lebih kuat ketimbang penerangan dari lampu sebuah mobil BMW.

Rompi balistiknya mungkin setingkat NIJ Level 3A. Namun, di dalamnya berisi sejenis plat balistik yang ringan untuk meningkatkan pertahanan hingga setingkat NIJ Level 4, menurut keterangan SDMS.

Ini semua masih perkiraan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang dikoleksi dari keterangan-keterangan para ahli. Belum ada yang tahu secara detail apa spesifikasi peralatan dan senjata mutakhir yang dibawa setiap anggota pasukan khusus saat mengamankan Gedung Putih. 

Atmosfir Pluto Terbalik Dibanding Bumi

Atmosfir bagian atas Pluto lebih hangat dibandingkan dengan suhu di permukaannya.


Pluto, planet terjauh dari sistem tata surya kita memiliki atmosfir yang unik. Dibandingkan dengan milik Bumi, atmosfir di Pluto terbalik. Semakin tinggi, suhunya semakin tinggi, bukannya semakin rendah.

Dari pengukuran yang dilakukan oleh astronom, menggunakan Very Large Telescope milik European Southern Observatory, diketahui bahwa metana merupakan gas kedua paling banyak yang ada di atmosfirnya. Gas itu juga lebih panas di tempat yang lebih tinggi dibanding di permukaan planet.

Efek sampingnya, atmosfir bagian atas Pluto memiliki suhu sekitar 50 derajat Celcius. Lebih hangat dibandingkan dengan suhu di permukaan Pluto yang mencapai 230 derajat Celcius di bawah 0.

Menurut spekulasi Emmanuel Lellouch, ketua tim peneliti dari Paris Observatory, Prancis, di permukaan Pluto terdapat lapisan tipis beku dari metana dan gas-gas lain.

“Saat orbit Pluto sedang dekat dengan Matahari, gas beku itu menguap,” kata Lellocuh, seperti dikutip dari National Geographic, 17 Desember 2010. “Proses ini, disebut juga dengan sublimasi, mendinginkan permukaan Pluto sekaligus menghangatkan atmosfirnya,” ucapnya.

Menurut Leslie Young, Deputy Project Scientist for NASA, penemuan itu memberi petunjuk terhadap observasi lebih lanjut yang akan dilakukan satelit New Horizons.

“Kita tahu bahwa Pluto mengalami perubahan saat ia mengelilingi Matahari,” ucap Young. “Mengombinasikan hasil temuan observasi di bumi dengan data yang akan dikumpulkan New Horizons akan memberikan petunjuk jelas seputar perilaku planet kerdil tersebut,” ucapnya.

Sebagai informasi, satelit New Horizons yang diluncurkan pada 19 Januari 2006 diperkirakan akan tiba di orbit Pluto pada 14 Juli 2015 mendatang.

Persamaan Manusia dengan Kecoa

Kamis, 16 Desember 2010
Sama seperti manusia, sebagian besar kecoak memilih untuk menggunakan arah kanan.


Saat kita mendapati kecoak tergesa-gesa melarikan diri ke sudut yang gelap ketika kita menyalakan lampu, yang kita rasakan umumnya adalah perasaan jijik, bukan rasa akrab.

Akan tetapi, dari penelitian terbaru terungkap bahwa sebagian besar manusia ternyata memiliki perilaku mendasar yang sama dengan makhluk menjijikkan itu, yakni lebih menggunakan tangan kanan.

Pada penelitian, seperti dikutip dari ScienceMag, 12 Desember 2010, peneliti melepaskan kecoak pada tabung berbentuk Y. Tabung itu sebelumnya sudah diberi aroma vanilla atau ethanol untuk menarik serangga itu melewati percabangan. Peneliti kemudian mencatat arah mana yang diambil oleh kecoak.

Ternyata, 57 persen kecoak dengan antena lengkap lebih memilih mengambil arah ke kanan. Pemilihan arah kanan ini juga tidak berubah meskipun peneliti memotong salah satu antena sensitif kecoak yang berguna sebagai indra peraba dan penciuman.

Temuan yang akan dipublikasikan pada Journal of Insect Behaviour edisi mendatang ini menambah bukti bahwa bahkan otak berukuran terkecil sekalipun memiliki preferensi terhadap arah.

Menurut peneliti, penemuan ini juga bisa dimanfaatkan oleh para biolog yang tengah berusaha mencari cara untuk mengontrol kecoak baik untuk kebutuhan misi penyelamatan saat bencana, ataupun untuk mengontrol hama.

1 Gram E. coli Mampu Tampung 900TB Data

Bakteri mampu menyimpan hampir 500 kali lipat lebih banyak dibanding harddisk saat ini.



Para peneliti asal Hong Kong telah menemukan cara untuk menyimpan data di dalam DNA bakteri. Ternyata, bakteri yang digunakan sebagai sampel, bakteri E. coli mampu menyimpan hingga 900 ribu gigabyte atau 900 terabyte data.

Dalam uji coba awal, seperti dikutip dari i09, 15 Desember 2010, peneliti meng-encode sebuah pesan singkat ke dalam sebuah vektor bersama dengan dua pengulangan yang dibalik.

Kemudian, peneliti mendesain sebuah primer yang menarget pesan yang sudah di-encode baik dalam orientasi normal ataupun dalam orientasi tambahan yakni yang sudah dibalik.

Kedua set primer tersebut bisa digunakan untuk meng-generate produk PCR (Polymerase Chain Reaction). Ini mengindikasikan bahwa pesan ter-encode hadir di pesan yang sudah direkombinasi dan di dalam bentuk normal. Hasil ujicoba pengulangan juga mengonfirmasikan akurasi produk PCR yang bersangkutan.

Peluang dari penggunaan bioteknologi ini sendiri sangat luar biasa. Peneliti menemukan, satu gram sek bakteri E. coli mampu menyimpan hingga 900 ribu gigabyte atau 900 terabyte data. Artinya, bakteri mampu menyimpan hampir 500 kali lipat lebih banyak dibandingkan harddisk terbesar saat ini.

Sebagai contoh, harddisk komputer desktop berkapasitas 1,5 terabyte saat ini umumnya memiliki bobot seberat 1 kilogram. Jika harddisk itu terbuat dari bakteri, maka kapasitasnya menjadi 900 petabyte.

Lalu, apakah menggunakan bakteri E. coli untuk menyimpan data tidak berpotensi menimbulkan penyakit?

Tak perlu khawatir. Peneliti sudah menemukan rangkaian non-virulent dari bakteri tersebut. Bakteri E. coli yang digunakan sudah didesain sedemikian rupa sehingga hanya berfungsi menyimpan data di DNA dan melakukan reproduksi, dan DNA yang digunakan tidak meng-encode protein yang berpotensi berbahaya.

Meneliti Obat Kini Bisa Dilakukan Lebih Cepat

Metode otomatisasi dapat dijalankan dan menghasilkan penghematan waktu yang signifikan.


Membuat metode validasi untuk obat merupakan pekerjaan kompleks. Di bagian akhir pengembangan obat, bisa jadi kandidat obat yang akan digunakan untuk mengatasi penyakit, malah dibuang. Akhirnya, seluruh proses validasi yang dilakukan terhadap obat itu menjadi sia-sia.

Sebagai contoh, munculnya virus HIV pada tahun 1980-an memicu kalangan medis melakukan penelitian karena banyak pasien yang terenggut nyawanya akibat AIDS.

Ternyata, untuk menemukan virus yang bertanggungjawab terhadap penyakit itu saja membutuhkan waktu bertahun-tahun. Dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan obatnya juga lebih panjang lagi.

“Dikhawatirkan, di masa depan, akan lebih banyak lagi virus yang merenggut jiwa manusia karena lambatnya proses ini,” kata Dr Ian Lipkin, seorang neurolog asal University of California, San Francisco, seperti dikutip dari NY Times, 16 Desember 2010. “Kita harus menemukan cara yang lebih baik untuk melakukan hal ini,” ucapnya. 

Untuk menghindari usaha sia-sia, peneliti dari Bayer Schering Pharma mencari cara yang cepat dan sederhana dalam membuat metode yang stabil dan dapat digandakan dalam mengembangkan obat.

“Bagian paling sulit dari pengembangan obat adalah membuat stok solusi dan memodifikasi parameter untuk menentukan metode mana yang paling stabil,” kata Dr Michael Pfeffer, Lab Manager Bayer Schering Pharma. 

Pfeffer kemudian melakukan sebanyak mungkin otomatisasi terhadap sejumlah langkah dalam tahapan pencarian obat. Sebuah sistem Agilent HPLC yang dilengkapi dengan autosampler berthermostat dan dikontrol lewat software ChemStation dipilih untuk mengembangkan metode analisis.

Sebuah bahasa pemrograman macro kemudian digunakan untuk membuat macro spesifik yang disebut sebagai “Validation Generator” atau Autoval yang membuat pencairan rutin untuk autosampler dan disaat yang sama membuat tabel pengulangan terhadap sampel tersebut.

Setelah sampel dijalankan, data kemudian diekspor ke Microsoft Excel untuk mendapatkan hasil kalkulasi.

Hasilnya, ternyata setelah menggunakan metode otomatisasi tingkat tinggi, analisis non stop dapat dijalankan dan menghasilkan penghematan waktu yang signifikan bagi tim peneliti di lab dalam melakukan risetnya.

“Metode otomatisasi ini, dikombinasikan dengan evaluasi yang sudah terstandarisasi terbukti menjadi bagian penting dalam metode validasi terhadap obat yang efektif,” kata Pfeffer. “Alur kerja otomatis juga memungkinkan reproduktivitas yang baik dan juga mengurangi dampak dari kesalahan penelitian secara manual,” ucapnya.

Satelit Voyager Dekati Batas Tata Surya

Rabu, 15 Desember 2010

Kini Voyager berada di 17,4 milar km dari matahari.
Satelit yang paling jauh dari bumi, Voyager 1 saat ini telah menempuh perjalanan yang begitu panjang. Setelah 33 tahun melayang di luar angkasa, dilaporkan Voyager 1 telah mendekati pinggiran dari sistem tata surya kita.
Badan penerbangan dan antariksa AS NASA mengumumkan setelah menempuh sekitar 11 miliar mil (sekitar 17,4 miliar km) dari matahari, kini Voyager 1 hampir melampaui jarak antar bintang. 
Kini satelit yang diluncurkan sejak 5 September 1977 telah mencapai suatu tempat di sistem tata surya kita, di mana tidak ada angin surya (partikel bermuatan yang mengalir dari matahari).  
Seperti dikutip dari BBC, peneliti proyek Voyager Edward Stone mengatakan bahwa satelit ini diluncurkan ketika era antariksa baru berumur 20 tahun. "Jadi saat itu masih belum diketahui bahwa pesawat luar angkasa itu bisa bertahan begitu lama," kata Stone.
Saat itu manusia sama sekali tidak mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk keluar dari sistem tata surya kita. Tapi, sekarang para ilmuwan memperkirakan bahwa Voyager 1 akan melampaui tata surya sekitar lima tahun lagi. 
Sebenarnya, tujuan awal dari Voyager adalah untuk meneliti planet-planet luar seperti Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Tugas itupun telah dituntaskan oleh Voyager pada 1989. Tapi kemudian NASA mengutus Voyager 1 untuk terus mengarungi angkasa luar menuju pusat galaksi Bima Sakti. 
Dibekali dengan paket tenaga radioaktif, instrumen milik Voyager masih terus berfungsi dengan baik dan terus mengirimkan datanya ke bumi. Dengan jarak miliaran km, pesan radio dari instrumen Voyager membutuhkan waktu sekitar 16 jam untuk sampai ke bumi. 
Menurut Stone, instrumen Voyager yang memonitor angin surya di lokasi tersebut menangkap fenomena yang lain dari biasanya. Pada sistem tata surya kita terdapat wilayah heliosfer di mana, angin surya memancar dengan kecepatan supersonik. 
Namun, setelah angin surya melampaui daerah bernama termination shock, kecepatannya akan melambat secara dramatis. Nah Voyager telah mencapai kondisi di mana kecepatan angin surya melambat hingga hampir nol.
Voyager masih terus mengarah ke daerah yang bernama heliopause, di mana secara 'resmi' merupakan daerah perbatasan antara tata surya kita dengan sistem surya lain. "Saat Voyager melewatinya, maka ia akan berada di ruang antarbintang.
Voyager terus bergerak ke arah heliopause dengan kecepatan 17 km per detik. "Itulah Voyager, pesawat luar angkasa yang telah bekerja selama 33 tahun, ia masih menunjukkan kepada kita hal lain yang benar-benar baru," kata Rob Decker, Voyager Low-Energy Charged Particle Instrument co-investigator.

Gunung Berapi Es Ditemukan di Bulan Saturnus


Para peneliti menemukan bukti keberadaan sebuah gunung berapi es atau disebut juga dengan cryovolcano, di Titan, bulan terbesar yang dimiliki oleh Planet Saturnus.
Pesawat luar angkasa Cassini yang dikirim ke Saturnus sejak 1997, berhasil menemukan tiga buah gunung api es dengan puncak setinggi 1.000-1.500 meter yang mengeluarkan material ke segenap permukaan di sekitarnya.
"Yang kami temukan adalah sesuatu yang tak lain adalah gunung berapi. Akhirnya, kami menemukan beberapa bukti bahwa Titan adalah dunia yang aktif," kata Dr Randy Kirk, pakar Geofisika US Geological Survey yang juga anggota tim radar Cassini, pada acara pertemuan American Geophysical Union.
Seperti dilansir oleh situs Wired.com, Titan adalah satu-satunya tempat selain bumi yang memiliki danau, sungai, awan, dan sebuah siklus penguapan serta kabut atau hujan, yang menghubungkan semuanya.
Puncak dari cryovolcano itu, terdapat di daerah Titan bernama Sotra Facula yang terletak di bagian Titan sebelah selatan. Gunung berapi ini dinamakan juga sebagai "The Rose", karena dari gambar yang tertangkap oleh instrumen radar dan infra merah Cassini, gunung berapi ini seperti bunga mawar.
Titan memang sudah sejak lama diperkirakan memiliki cryovolcano. Namun, karena atmosfer Titan yang begitu berkabut, observasi terhadap kecurigaan itu sangat sulit dibuktikan. 
Temuan baru ini diharapkan dapat membantu menjelaskan misteri Titan yang selama ini belum terpecahkan. Atmosfer Titan yang tebal dan kaya akan nitrogen memiliki kandungan metan dalam jumlah yang cukup banyak. Secara teoritis dalam waktu sekitar 10 juta tahun, kandungan metan ini akan dipecah oleh sinar matahari.
Oleh karena itu, keberadaan gunung berapi ini diperkirakan dapat mengisi kembali kandungan metan di atmosfer Titan. "Cryovolcano menawarkan skenario yang sempurna di mana gas metan dari dalam perut Titan keluar ke lapisan atmosfernya," kata Linda Spilker, ilmuwan pada proyek Cassini dari Jet Propulsion Laboratory NASA di Pasadena, California.
Memang belum diketahui secara pasti material apa yang dimuntahkan gunung berapi ini ke angkasa Titan. Bisa saja air, atau air dan amonium, atau unsur-unsur hidrokarbon.
Keberadaan cryovolcano di Titan, diharapkan suatu hari bisa membantu para ilmuwan menyimpulkan adakah kehidupan di Titan, atau mungkin kehidupan pernah ada di Titan.